Iklan Adsense

Tuesday, January 9, 2018

Krishna menurut kacamata sejarah

Kisah Krishna terdapat dalam rangkaian kisah panjang Mahabarata gubahan Resi Agung Begawan Vyasa Krishna Dwipayana. Dalam kisah Mahabarata pula terdapat pelajaran-pelajaran luhur dari Sri Krishna kepada Arjuna salah seorang kesatria kelompok Pandawa. Secara kekeluargaan, Pandawa, Kurawa dan Krishna merupakan saudara sepupuan, hanya beda ibu atau beda ayah saja. Ayah para Pandawa, Pandu bersaudara dengan ayah para Kurawa, yg bernama Destarata yang tunanetra sejak lahir.
Pandu raja Hastinapura wafat dalam usia muda. Karena putra-putra Pandu masih kanak-kanak maka tahta sementara dipegang oleh Destarata dengan perjanjian apabila putra Pandu sudah dewasa maka tahta harus diserahkan kembali kepada mereka. Tapi faktanya, Destarata tak bisa memenuhi janjinya ketika putra-putranya menginginkan tahta yang dipegang ayahnya. Mereka dengan berbagai cara berusaha menyingkirkan sepupu mereka itu.
Para Kurawa secara kesatriaan dididik oleh Bisma, kakek mereka. Disamping itu para Kurawa juga dibimbing oleh pamannya di fihak ibu yang bernama Sengkuni atau Sakuni.

Sementara itu Kunti,  para Pandawa juga mempunyai putra dari suaminya yang lain. Putranya itu bernama Karna, yang berada di fihak Kurawa. Begitu pula Sri Krishna putra Dewaki bersepupu dengan Pandawa karena Dewaki adik Kunti.

Sri Krishna berusaha menawarkan damai pada fihak Kurawa ketika rencana perang antara kedua fihak mulai muncul. Krishna menawarkan pilihan pada Kurawa yaitu pilih pasukannya atau pilih dirinya. Maka Kurawa memilih pasukan Krishna saja. Dengan sendirinya Krishna berada di fihak Pandawa, jadi kusir kereta Arjuna.

Setelah peperangan yang berlangsung cukup lama, fihak Kurawa gugur termasuk Bisma, Drona dan Sengkuni. Pandawa naik tahta. Krishna pun bertahta di kerajaannya di Dwaraka. Tapi kemudian kerajaannya hancur oleh wabah penyakit.

Kerajaan Inderapura

Kerajaan Inderapura atau Karajaan Indopuro merupakan salah satu kerajaan yang terdapat di wilayah adat Minangkabau, tepatnya di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat sekarang. Penduduk lokal menyebutnya Karajaan Nupugho. Menurut sumber Wikipedia, Kerajaan Indrapura merupakan Ujung Pagaruyung bahkan disebut sebagai vazal atau kerajaan bawahan Pagaruyung. Lebih halusnya disebut Sapiah Balahan Kudung Karatan Kerajaan Pagaruyung.


Kerajaan Indrapura yang juga disebut sebagai Kesultanan Indrapura, mulai termasyhur semenjak ramainya pelayaran di perairan barat Sumatera dan bersamaan dengan jatuhnya Kesultanan Malaka ke tangan bangsa Portugis pada tahun 1511. Pada masa itu banyak pula bangkit pelabuhan-pelabuhan lainnya di sepanjang pesisir barat Sumatra seperti Bandar Tiku Pariaman, Bandar Sepuluh dan bandar-bandar di wilayah Bengkulu hingga Lampung.

Setelah Kesultanan Malaka runtuh, maka Kesultanan Aceh Darussalam bangkit dan berusaha mengusir Portugis dari Malaka tapi tidak berhasil. Yang mengusir Portugis justru kedatangan VOC karena perjanjian antara Belanda dan Portugis.

Pada saat Aceh sedang berambisi itulah, ia melakukan ekspansi besar-besaran ke pesisir barat Sumatra hingga ke Indrapura. Sebelumnya sudah banyak keturunan Aceh yang berlayar dan berdagang ke pesisir barat Minangkabau. Banyak "Meurah" yang kawin dengan penduduk pesisir Minangkabau. Bandar Tiku di utara Pariaman juga didirikan oleh keturunan para Teuku dari Aceh. Bukan itu saja, Aceh merangsek jauh lebih ke pedalaman Minangkabau, berdagang sekaligus mendakwahkan Islam kepada rakyat Minangkabau yang waktu itu masih banyak beragama Hindu Buddha dan aliran kepercayaan setempat. Banyak orang Minang yang belajar agama ke Aceh apalagi pasca wafatnya Maharaja Ananggawarman kedaulatan Malayapura mulai meredup dan perhatian orang-orang beralih ke Aceh dan Islam, Aceh kemudian dikenal sebagai serambi Mekkah.

Begitu pula di Bandar Sepuluh dan Indrapura, Islam mulai bersinar. Indrapura yang awalnya perkampungan pesisir dan muara yang dominan Hindu Buddha tumbuh menjadi kerajaan besar dan kesultanan Islam walaupun tetap bernama Indrapura. Komoditas terbesarnya adalah lada dan emas. Indrapura berdagang dan berlayar hingga ke Banten. Indrapura melakukan hubungan yang sangat rapat dan saling mempengaruhi dengan Kesultanan Aceh Darussalam bahkan ada keturunan Indrapura yang jadi sultan di Aceh seperti Sultan Buyung.

Kerajaan Indrapura masih bercorak adat atau mengikuti tradisi matrilineal Minangkabau, misalnya dalam hal pewarisan tahta kerajaan berlangsung dari mamak ke kemenakan, bukan dari ayah ke anak sebagaimana umumnya kerajaan di dunia. Disamping itu juga sering kali tahta dipegang oleh perempuan, saudari raja yang kemudian terkenal dengan sebutan Raja Perempuan. Kemudian juga tak jarang suami Raja Perempuan yang turut memegang tahta dan menjalankan pemerintahan dan mereka para suami Raja Perempuan itu berasal dari kerabat kerajaan dari luar atau dari jauh seperti Bintan, Sungai Pagu dan Aceh.

Hubungan Indrapura dengan Sungai Pagu dan Indragiri

Dalam mamangan Kerajaan Sungai Pagu disebutkan bahwa Indrapura merupakan radai dari Sungai bersamaan dengan Indragiri sebagai kepak (sayap)nya, artinya Indrapura dan Indragiri merupakan kerabat dekat Sungai Pagu (Solok Selatan). Tidak jarang terjadi perkawinan antara pangeran di Sungai Pagu dengan putri Raja Indrapura seperti Sultan Mazafarsyah.

Tautan Luar:
1. https://lubukgambir.wordpress.com/2012/06/29/menelusuri-jejak-sejarah-manuskrip-kesultanan-inderapura/ 
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Inderapura
3. http://wawasanislam.wordpress.com/2008/04/30/kesultanan-indrapura/ 
4. http://lagulamaku.blogspot.com/2009/04/puing-puing-bekas-istana-kerajaan.html
5. http://triatra.wordpress.com/2010/12/16/kerajaan-inderapura-kejayaan-masa-lalu-renah-indojati/
6. https://lubukgambir.wordpress.com/2011/12/16/kesultanan-inderapura-sejak-abad-9-m/  

Gambaran Minangkabau Sebelum Islam

Minangkabau di masa Pra-Islam
18 Juli 2009
Sebelum Islam masuk ke wilayah budaya Minangkabau, tidak dikenal istilah (adagium) “adat basandi sarak, sarak basandi kitabullah’ sebab istilah itu dibawa oleh para pendakwah Islam.
Bahkan kata “adat” itu sendiri belum dikenal dalam Budaya Minangkabau.
Banyak orang mengatakan bahwa Minangkabau identik dengan Islam, kok bisa? Sama halnya dengan Melayu, katanya identik dengan Islam. Padahal keduanya, Melayu dan Minangkabau sudah ada jauh sebelum Islam datang ke Nusantara ini.
Semenjak Islam datang, wajah dan jiwa Minangkabau sudah berubah dari aslinya. Tapi sayangnya kita juga tidak tahu bagaimana aslinya wajah dan jiwa asli Minangkabau itu melainkan kita tahunya ada jiwa Minangkabau Hindu Buddha dan jiwa Minangkabau primitive.
Wajah Minangkabau tanpa Islam dan Hindu-Buddha
Tidak akan ada perang paderi yang berarti tidak pemaksaan kebenaran dengan menggunakan kekerasan. Minangkabau identik dengan perubahan dengan pemikiran, memperbaiki dengan mengajak orang lain berfikir bukan berubah tanpa disadari atau dipaksakan.
Tanpa Hindu-Buddha, Minangkabau tidak mengenal feodalisme dan sistem hidup berkasta-kasta. Minangkabau menjunjung tinggi egaliterisme dan kesamaan hak dan derajat manusia.
Minangkabau juga identik dengan rasionalisme bukan tahayul dan berbagai mistisisme apalagi mitos.
Minangkabau sangat menghormati alam dan menimba ilmu daripadanya. Alam adalah sumber segala kehidupan. Dari alam dan kembali kepada alam.
Minangkabau adalah wilayah tanpa kerajaan. Minangkabau dihuni oleh manusia-manusia cerdas, yang tidak dikuasai oleh orang lain melainkan oleh kesadarannya sendiri, oleh jiwanya yang sudah tercerahkan.
Istilah adat
Istilah adat berasal dari bahasa arab ‘adah’ sebuah kosakata arab yang berakhir dengan huruf ta marbuthah, dalam tradisi Persia lebih lazim akhiran t, padahal dalam bahasa arab akhirat at atau hanya dipakai untuk kosakata dalam bentuk jamak. Karena di nusantara lebih lazim disebut adat bukan adah, seperti halnya surat bukan surah, salamat bukan salamah, rahmat bukan rahmah dst.
Trio Raja (Alam, Adat dan Ibadat)
Semenjak Islam masuk ke istana pagaruyung, maka muncullah istilah raja adat dan raja ibadat yang sebelumnya tidak ada. Kedua raja tersebut posisinya dibawah raja alam yang ketiganya dirangkum dengan istilah raja tiga sila (Rajo tigo selo).
Istilah “alam” pun dibawa oleh Islam. Istilah pra-Islam adalah nagari, nagara, bumi atau buana seperti terdapat pada gelar raja Tribuanaraja Mauliawarmadewa. Tribuanaraja maksudnya adalah Raja Tiga Buana atau Raja Tiga Negara.
Tapi bisa jadi system tritunggal itu sudah ada dalam kerajaan Pagaruyung tapi berganti nama. Kira-kira apakah nama sebelum ketiga raja tsb : raja alam, raja adat dan raja ibadat.
Penggantian istilah raja menjadi sultan kemudian sutan
Istilah Sultan pun menggantikan istilah raja. Tapi kemudian lidah Minangkabau mengubah kata Sultan menjadi Sutan karena tidaklah lazim bagi lidah Minangkabau pengucapan huruf “l” mati dalam sebuah kosakata.
Istilah Kaum
Istilah Kaum juga dibawa oleh Islam menggantikan istilah Korong atau kelompok yang terdiri sebuah suku. Ini menunjukkan bahwa ada penggantian nama nagari atau memang nagari ini baru berdiri semenjak Islam masuk ke Pagaruyung (bukan masuk ke Minangkabau) yaitu nagari Limo Kaum.
Perangkat di bidang keagamaan
Sebelum Islam tidak dikenal jabatan Tuan Kadi atau angku Kali (Qadhi), Malin (Mualim) yang menunjukkan bahwa kisah Malin Kundang, Malin Deman muncul setelah Islam. Selain itu juga istilah Katik dari kata Khatib, Bila dari kata Bilal, Iman atau Imam dari kata Imam.
Tuan Kadhi bertugas sebagai hakim bagi masalah-masalah agama. Malin adalah seorang guru agama. Katik bertugas sebagai penyampai khutbah setiap jumat atau hari raya. Imam pemimpin sholat berjamaah. Bila adalah muadzin di setiap mesjid, mushala dan suraw.
Yang ada adalah istilah pandito untuk pemuka agama.
Biaro
Sebelum Islam masuk tidak dikenal istilah Mesjid atau Mushola, tapi istilah surau mungkin sudah ada. Kata Surau merupakan pemendekan dari kata “Surawasa” (Saruaso) yang artinya pusat pendidikan dan pelatihan yang berhubungan dengan semua hal yang berkaitan dengan Minangkabau termasuk seni bela diri, budaya dan agama.
Tempat ibadah yang dikenal adalah biaro (biara atau vihara) yang menunjukkan bahwa masyarakat—istilah masyarakat juga istilah Islam—Minangkabau dulunya mayoritas beragama Buddha atau sinkretisme Buddha dan Hindu.
Selain itu juga sudah dikenal istilah Candi untuk penganut Hindu dan juga buda.
Puro
Orang Minang sudah mengenal istilah puro (pura) tapi dalam arti yang berbeda dengan istilah pura di Hindu. Umumnya diketahui arti pura adalah tempat sembahyang umat Hindu dan juga kota. Di Minangkabau artiny puro adalah tempat menyimpan harta misalnya dalam istilah “Puro Panuah Koto Piliang”. Rangkiang juga termasuk salah satu bentuk puro.
Istilah Buya
Waktu itu belum dikenal istilah Buya karena Buya merupakan pemendekan dari kata ‘abuya’ yang artinya ayahku.
Kata Sumbayang (Sembah Hyang)
Tidak ada istilah sholah di waktu itu melainkan Sumbayang, Sambayang (Sambah Hiyang).
Istilah Ngaji
Istilah ini sudah lama popular di masyarakat Minang. Tapi bukan mengaji kitab-kitab Islam melainkan mengaji dan mengkaji ilmu yang ada di alam dan kitab-kitab Buddha.
Tabuah
Tabuah atau beduk sudah lama ada. Alat ini sudah lama digunakan sebagai sarana komunikasi semenjak zaman dulu.
Sebuah bayangan tentang Minangkabau pra-Islam.
Biasanya setiap nagari mempunya biaro yang terbuat dari kayu dan tentunya juga dihiasi oleh patung-patung atau roco-roco (istilah ini mungkin juga serapan dari istilah arca) di dalam biaro tersebut.
Mungkin juga patung-patung ini diukir dari kayu. Mungkin pula ini yang menyebabkan ketika kemudian terjadi pemusnahan dan pembakaran biaro, patung-patungnya juga ikut terbakar.
Masyarakat sangat mengandalkan perdukunan apabila diserang penyakit fisik maupun mental. Dukun menjadi penghubung mereka dengan para Dewa atau Tuhan.
Masyarakat meyakini keberadaan para dewa. Mereka meyakini para dewa sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Ini menunjukkan sinkretisme dalam keberagaman mereka.
Kumayan atau kemenyan sangan jamak digunakan oleh masyarakat Minang kuno.
Luhak dan rantau semuanya dibagi menjadi nagari-nagari. Jadi luhak mempunyai nagari-nagari rantaupun mempunyai nagari-nagari.
Raja Buano berkedudukan di Pagaruyung. Semua raja bawahan (Rajo Kaciak) di wilayah rantau wajib memberikan laporan pertanggungjawaban terhadap Raja Buana atau Raja Bumi.
Mungkin raja kecik disebut sebagai dipati atau adipati.
Sebuah nagari diperintah oleh seorang kepala nagari sebab istilah wali, wilayah dan daerah dibawa oleh Islam.
Nagari-nagari terdiri dari koto dan taratak. Koto dan taratak terdiri dari korong-korong atau kemudian terkenal dengan istilah baru kaum. Wilayah satu korong adalah wilayah yang ditempati oleh sebuah suku yang sama meskipun tidak seinduak (tidak sahindu).
Sebuah korong diperintah oleh seorang datuak. Jadi seorang datuak mempunyai dua fungsi yaitu sebagai aparat pemerintah dan sebagai penghulu.
Sebagai penghulu artinya seorang datuk adalah seorang yang yang bertugas menjalankan aturan-aturan adat di tengah korongnya.
Suksesi seorang datuk yang telah mangkat dilakukan menurut garis matrilineal. Seorang datuk membawahi mamak-mamak dalam sebuah korong.
Korong dan Jorong
Datuk-datuk dalam sebuah kampong atau jorong berkedudukan dibawah kepala kampuang atau kepala jorong.
Sebuah korong juga dilengkapi dengan seorang panungkek (wakil), pandito, dubalang dan manti (mentri). Dubalang bertugas dalam keamana korong. Manti bertugas dalam menyelesaikan permasalah dalam korong. Manti dan dubalang tak lain adalah berasal dari kalangan mamak-mamak juga. Maka suksesi manti dan dubalang juga mengikuti system matrilineal.
Jadi sebuah suku harus mempunyai suraw sendiri. Mungkin saja biaro hanya dimiliki oleh sebuah kampuang atau mungkin nagari atau sebuah wilayah rantau. Suraw lebih sering dipakai daripada sebuah biaro karena memang dalam peribadatan Buddha sembahyang di vihara tidaklah mesti diadakan perminggu melainkan pada setiap hari-hari besar.
Sebuah suku juga tidak mempunyai tanah pemakaman karena menurut tradisi Buddha, mayat tidak dikuburkan melainkan dibakar. Tapi bisa jadi sebagian melakukan penguburan yang mereka sebut sebagai pandam artinya mayat dipendam didalam tanah dengan sebuah tanda Dari batu yang juga disebut batu tagak. Kemudian dikenal pula istilah gabungan “pandam pakuburan”.
Besar kemungkinan pandito juga tidak terdapat pada setiap korong sebab fungsi dari pandito bukanlah untuk persukuan melainkan menjadi hak semua suku dalam nagari.
Umumnya biaro dibentuk menurut bentuk rumah gadang. Dalam biaro ada ganto (genta) yang merupakan lonceng. Juga ada tabuah (beduk). Kaji-kaji atau mantra semuanya berasal dari biaro ini. Dukun-dukun juga merupakan orang-orang yang kerap berinteraksi dengan biaro ini.
Apakah orang Minangkabau Buddha adalah vegetarian?
Sepertinya tidak sepenuhnya orang Minangkabau kuno menjalankan ajaran Buddha atau Hindu. Mereka percaya dengan karma atau hokum karma yang kadang dalam beberapa dialek disebut Hukum Korma (istilah korma untuk buah palem yang berasal dari arab belum dikenal).
Sering terdengar istilah “mambantai kabau” atau menyembelih kerbau di acara-acara pelewaan gala. Ini menunjukkan bukanlah vegetarian. Ajaran Buddha tidaklah sepenuhnya dijalankan.
Aliran Buddha apakah yang berkembang di Minangkabau?
Adityawarman menganut Buddha Tantrayana atau Tantrisme yang menekan pada ritual-ritual garis keras yang melibatkan pengorbanan manusia atau binatang dalam hal mendapatkan kekuatan spiritual.
Tapi apakah orang Minangkabau menganut aliran yang sama, tidak diketahui. Tapi besar juga kemungkinan adalah aliran campuran Buddha dan Syiwa (Hindu).
Tapi jarang terdengar mereka begitu menghormati sapi atau binatang lainnya.
Juga sering disebut adalah istilah Gajah Tongga atau Gajah Maharam.
Ajaran welas asih dalam Buddha tidak sepenuhnya dijalankan, terbukti acara sabung ayam (adu ayam) sudah menjadi tren di tengah masyarakat, juga adu kerbau.
Juga ada kepercayaan menghormati tikus karena dianggap sebagai dewi padi. Sipasan atau lipan dianggap sebagai “anak daro” pengantin perempuan karena warna lipan yang dominant merah.
Pakaian yang dominant di Minangkabau kuno adalah warna hitam dan sedikit warna kuning dan merah. Jarang sekali ditemukan pakaian berwarna hijau, putih atau biru.
Darimana mereka mengimpor kain?
Sudah semenjak lama ada industri menyulam. Benangnya adalah benang wol. Dan pakaian mereka di zaman primitive adalah pakaian yang dianyam dari benang-benang kulit kayu tarap (Tarok).
Maka sebuah biaro juga didominasi warna hitam dan merah, berbeda dengan vihara Cina yang didominasi warna merah.
Kepala Nagari
Kepala Nagari juga merupakan seorang datuk dan juga diangkat menurut garis ibu. Kepala Nagari bertanggung jawab kepada Raja di wilayah rantau atau Penghulu di hulu.
Ekonomi
Hidup umumnya hidup dari pertanian dan perkebunan. Bisa juga dari peternakan. Sebagian wilayah juga mempunyai tambang emas. Tidak dikenal sawah atau lading milik pribadi melainkan milik suku atau korong. Tidak ada jual beli sawah melainkan pagang, gadai dan tebus. Mamagang berarti memegang lahan orang lain dengan memberikan berupa sejumlah kekayaan berupa mas. Menggadai berarti meminjamkan lahan pada orang lain dengan jaminan berupa barang mas. Menebus adalah mengambil kembali lahan yang dipinjamkan dan mengembalikan jaminan.
Manukuak adalah meminta tambahan bagi jaminan gadai yang kemudian harga tukuak bisa menjadi harga gadai untuk penggadaian berikutnya.
Mata uang zaman dulu adalah berupa mas dan perak, serta suasa dan tembaga. Mungkin juga kuningan. Selain itu berlaku barter. Satuan mata uang adalah kupang, rimih, tali, suku, benggo.
Setiap warga suku atau korong wajib memberikan sebagian dari penghasilan sawah dan ladangnya kepada datuk sukunya yang juga dibagi kepada manti dan dubalang. Dan pemberian itu juga akan disampaikan kepada kepala nagari. Kepala Nagari menyerahkannya kepada Raja rantau (Adipati). Adipati menyerahkan kumpulan semua itu berupa mas.
Jadi seorang bisa menerima berupa padi, kelapa dan buah-buahan dari warga sukunya.
Kepala Jorong juga akan memungut dando (denda) bagi siapa saja yang melakukan tindakan criminal atau pelanggaran adat. Dendanya berupa mas atau hewan ternak.
Sawah dikerjakan secara bersama-sama antara warga suku dan dinikmati bersama. Tidak ada yang terlalu kaya dalam sebuah suku.
Selain berrtani ada juga warga yang bekerja sebagai pedagang di pasar. Pemerintah juga mendapatkan pajak dari pasar ini.
Kemiliteran dalam Minangkabau kuno
Sebagai sebuah kerajaan tentu Pagaruyung mempunyai dubalang-dubalang atau prajurit. Istilah tentara belum dikenal atau tidak lazim. Dubalang selain ahli dalam persilatan, juga ahli dalam memanah, berkuda, bermain pedang dan tombak.
Sebuah kerajaan tentu mempunyai sebuah peternakan kuda untuk perang. Nama-nama kuda mereka antara lain Gumarang, Si Balang Kandi, dsb.
Senjata : pedang, tombak, panah, kapak, lading, golok, rudus, keris.
Istana Pagaruyung juga mempunyai pengawal di setiap penjuru dan setipa sudut. Sekeliling istana dijaga oleh dubalang. Setiap perjalanan raja dikawal oleh dubalang. Begitupula datuk-datuk.
Dubalang juga memiliki kepangkatan misalnya cumano (laksamana), panglima, pandeka (pendekar).
Alat Transportasi
Waktu itu pedati dan bendi menjadi sarana transportasi yang umum. Jalan-jalan belum ada yang beraspal tapi jalan-jalan itu adalah jalan-jalan kerikil yang sudah dipadatkan. Pedati dihela oleh kerbau dan bendi dihela oleh kuda. Pedati pengangkut barang untuk jarak jauh, dari pecan ke pecan. Sementara bendi pengangkut orang dan kereta kerajaan. Disamping aliran sungai juga dimanfaatkan untuk sarana transportasi. Makanya tidak jarang pemukiman terdapat di pinggir-pinggir sungai.
Dan sungai-sungai tidak dangkal seperti sekarang karena hutan belum ditebangi.
Tautan Luar:

Sunday, January 7, 2018

Cindurmato


Cindurmato atau Cindua Mato tertulis menjadi kaba - sebuah hikayat klasik Minangkabau, didendangkan melalui cerita rabab Pesisir dan dijadikan bahan cerita untuk randai - sebuah opera khas Minangkabau.
Cindurmato, ada yang mengartikannya sebagai sebuah cinderamata atau tanda hadiah. Cindurmato selalu menjadi bahan perbincangan setiap generasi.
Cindurmato, ia bukanlah seorang pangeran dan bukan pula berdarah bangsawan tapi ia hidup di lingkungan kerajaan. Ia seorang pendekar, anak dari seorang dayang istana, anak seorang pembantu di kerajaan, anak tukang kipas sang ratu, anak orang suruhan pembantu istana.
Kisah Cindurmato menjadi menarik karena ia yang bukan bangsawan tapi kemudian bisa menjadi raja di kerajaan karena kepiawaian dan kesatriaannya. Ia memang bukan pangeran tapi keahliannya dalam seni pertahanan diri bisa mengalahkan seorang pangeran, apalagi hanya seorang Rumandung.
Kisah Cindurmato bermula dari kisah sang ratu Pagaruyung yang dikawatirkan menjadi perawan tua tanpa suami tanpa keturunan tanpa penerus tahta. Sang Ratu dulunya naik tahta karena tidak ada lagi yang akan meneruskan tahta ayahnya, Maharaja Wijayawarman namanya menurut sebuah ranji silsilah kerajaan. Wijayawarman adalah mantu dari Maharaja Ananggawarman Mauli Warmadewa yang juga merupakan keponakan dari sang Maharaja.
Sang Ratu yang bergelar Bundo Kanduang itu hampir saja tidak menikah seumur hidupnya. Sudah banyak yang meminangnya tapi Sang Raja Perempuan itu selalu menolaknya, tak ada yang berkenan di hatinya. Hatinya gundah gulana, alias galau kata "kids jaman now". Apa sebenarnya yang terjadi pada sang ratu? Tidak ada yang tahu. Dia perempuan tapi keberaniannya melebihi laki-laki. Kata orang, dia agak maskulin, kurang feminim, tidak sefeminim para tuan putri di keraton seberang.
Ternyata ada seorang pria kesatria di istananya, yang membuat sang ratu selalu menolak pinangan dari para pangeran di Suwarnadwipa bahkan Jawadwipan. Tapi sayang pria tampan tersebut sudah ada yang punya, dan yang memilikinya kasta rendah pula. Si Pria itu pun berkasta rendah pula. Apa kata dunia bila sang ratu menyatakan cinta pada pria tsb. Pasti Pagaruyung gempar, Malayapura bakal heboh.
Tapi siapa yang bisa membendung perasaan yang berkecamuk di hati. "Kelapa Gading" itu tetap harus dipanjat oleh Bujang Salamat Panjang Gombak. Mau tak mau ia harus mematuhi titah tuannya meskipun tuannya itu perempuan. Kambang Bendahari pun hanya bisa menggigit jarinya ketika ia menyaksikan kekasihnya "memanjat kelapa gading". Ia harus menerima takdir. Istana pun tak perlu berhura-hura dalam pesta perkawinan tuan putri. Rakyat tahunya hanya bahwa sang ratu sedang mengandung cita kerajaan, terlepas dari siapapun ayahnya. Bukankah di Minangkabau juga tak begitu penting keberadaan seorang ayah.

bersambung..............

silahkan tonton serial lengkap dramanya di youtubehttps://www.youtube.com/watch?v=sE9vylCzuqU

Tautan Luar:
1. https://histori.id/hikayat-cindua-mato/
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Kaba_Cindua_Mato

Sang Adityawarman


Adityawarman adalah putra Adwayawarman. Dia teman Gajah Madah sewaktu kecil. Dia sepupu Jayanegara, putra raja Majapahit dan calon raja Majapahit yang kedua. Ibu Adityawarman bersaudara seayah dengan ibu Jayanegara.
Adityawarman belajar bahasa Malayu, bahasa Jawa dan bahasa Tionghoa di keraton Majapahit. Bersama Gajah Mada, Adityawarman menaklukkan Bali. Di Palembang, Adityawarman dikenal sebagai Arya Damar.
Tahun 1347, Adityawarman memisahkan diri dari Majapahit yang sudah tidak lagi kondusif dan tidak lagi aman serta nyaman. Dia mendirikan kerajaan baru di kampung halaman ibunya di Surawasa, Minangkabau. Ia menjuluki dirinya sebagai Kanaka Medinindra. 

Pelindung Yang Bercahaya
Demikianlah arti dari nama Adityawarman, nama pemberian keluarga besar Mauliwarmadewa. Tuanku Janaka, itulah  nama pemberian sang kakek, Srimat Tribuana Raja. Aji Mantrolot, kata orang-orang di keraton Majapahit. Adityawarman murni berdarah Malayu karena ayahnya Adwayawarman adalah orang Malayu. Ayahnya telah mengabdi di keraton Singasari sebelumnya. Sejak jaman dulu, jaman Sailendra, sudah banyak orang Malayu yang mengabdi di keraton-keraton Jawa karena memang mereka masih berkerabat.

Tuan Surawasa
Adityawarman oleh orang Dharmasraya dijuluki sebaagai Tuan Surawasa sebagaimana Akarendrawarman sebelumnya. Disebut Tuan Surawasa karena ia beristana di Surawasa, dekat Minangkabau. Surawasa yang kaya akan emas, sungainya disebut Sungai Emas. Tanahnya subur dan ditumbuhi padi-padian. Tuan Akarendra sudah membangun saluran irigasi untuk pertanian di Surawasa. Dia juga membangun sebuah taman yang indah di Surawasa dengan nama Taman Sri Nandana Surawasa. Surawasa juga merupakan tempat peribadatan Hindu dan Buddha yang mendukung untuk kekhusyukan pemujaan pada Sang Hyang Esa.

Indra di Tanah Emas
Adityawarman menjuluki dirinya sebagai Indra atau penguasa di Tanah Emas, Suwarna Dwipa. Karena sejak zaman dulu Sumatra terkenal dengan kandungan emasnya yang tinggi dan merata mulai dari Sabang hingga Lampung. Kandungan emas yang tidak habis-habisnya. Tapi entah kenapa dulunya keluarga Sailendra malah meninggalkan Sumatra padahal emas Sumatra begitu banyaknya.

Raja Indra
Adityawarman juga meneruskan gelar yang dipakai oleh dinasti Chola sejak abad 11 menaklukkan Sriwijaya. Dia bangga dengan gelar Raja Indra, raja segala dewa. Gelar Raja Indra masih hidup di tengah masyarakat Minang hingga hari ini, secara dialek lokal disebut Rajo Indo lengkapnya Datuak Rajo Indo.

Keturunan Adityawarman
Putra Adityawarman yang terkenal adalah Maharaja Ananggawarman, penerus tahta Malayapura walaupun tak berjaya seperti di masa ayahnya. Namun ada pula yang mengaku sebagai keturunan Adityawarman di Bali karena mereka meyakini bahwa Arya Damar merupakan nama lain dari Adityawarman. Begitupula ada yang percaya bahwa Parameswara yang kemudian bergelar Sultan Iskandarsyah pendiri Kesultanan Malaka adalah putra Adityawarman dari Palembang.

Tautan Luar
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Adityawarman
2. https://lubukgambir.wordpress.com/2012/06/29/adityawarman-dan-prasasti-kubu-rajo/
3. https://lubukgambir.wordpress.com/2012/06/29/akarendrawarman-bukan-dari-wangsa-mauli/
4. https://lubukgambir.wordpress.com/2012/06/27/malayapura/
5. https://lubukgambir.wordpress.com/2014/11/09/pengertian-dewang/
6. https://lubukgambir.wordpress.com/2014/11/09/dinasti-para-dewang-di-malayapura-suwarnabumi-minangkabau-pagaruyung/
7. https://lubukgambir.wordpress.com/2014/11/09/dewang-sri-deowano-yang-dipertuan-maharaja-sakti-ii/ 
 

Sang Gajah Mada




Gajah Mada ini tokoh besar. Namanya diabadikan pada nama sebuah universitas terkenal di Jogja. Tapi nama jalan Gajah Mada konon tidak ada di Jawa Barat.
Gajah Mada terkenal karena sumpah palapanya. Beliau strikernya Majapahit. Tapi silsilah Gajah Mada ini tidak jelas, siapa ayahnya dan siapa ibunya. Hampir sama dengan tak jelasnya bagaimana kematiannya. Apakah Gajah Mada menikah dan punya keturunan? Tidak ada yg tahu.
Ia seperti Ken Arok yang tak jelas siapa ayahnya tapi ia seorang tokoh besar juga. Kadang kita berfikir bahwa banyak tokoh besar berasal dari silsilah yg tak jelas. Ini suatu keajaiban.
Gajah Mada konon teman setia Adityawarman dan Jayanegara sejak kecil. Mereka asuhan Raden Wijaya, ayahanda Jayanegara.
Dalam berbagai peperangan dan penyerangan, Gajah Mada terlibat. Bahkan ia terakhir menjabat sebagai jendral eh Mahapatih. Kalau sekarang mungkin setara dengan Panglima TNI. Kadang2 bersama Adityawarman, Gajah Mada berada dalam satuan tempur bersama.
Banyak mitos muncul terkait Gajah Mada ini.

Korong Malayu Koto Berapak - Bayang

Korong Malayu di Koto Berapak Bayang Pessel
1. Korong Malayu kaum Dt Bandaro Sati
2. Korong Panai asal Kinari kaum Dt Bagindo Nan Gadang
3. Korong Bendang kaum Dt Rajo Nan Gadang
4. Korong Panai kaum Dt Rajo Kuaso
5. Korong Malayu Pangulu Pucuk Peti Adat Dt Bagindo Rajo Jalil
6. Korong Malayu Pucuk Bulek Dt Bagindo Marajo Lelo

Koto Berapak pada masa dahulunya merupakan pusat pemerintahan adat Nagari Bayang.


Sumber:
Tambo Adat Bayang 1915