Iklan Adsense

Sunday, January 7, 2018

Cindurmato


Cindurmato atau Cindua Mato tertulis menjadi kaba - sebuah hikayat klasik Minangkabau, didendangkan melalui cerita rabab Pesisir dan dijadikan bahan cerita untuk randai - sebuah opera khas Minangkabau.
Cindurmato, ada yang mengartikannya sebagai sebuah cinderamata atau tanda hadiah. Cindurmato selalu menjadi bahan perbincangan setiap generasi.
Cindurmato, ia bukanlah seorang pangeran dan bukan pula berdarah bangsawan tapi ia hidup di lingkungan kerajaan. Ia seorang pendekar, anak dari seorang dayang istana, anak seorang pembantu di kerajaan, anak tukang kipas sang ratu, anak orang suruhan pembantu istana.
Kisah Cindurmato menjadi menarik karena ia yang bukan bangsawan tapi kemudian bisa menjadi raja di kerajaan karena kepiawaian dan kesatriaannya. Ia memang bukan pangeran tapi keahliannya dalam seni pertahanan diri bisa mengalahkan seorang pangeran, apalagi hanya seorang Rumandung.
Kisah Cindurmato bermula dari kisah sang ratu Pagaruyung yang dikawatirkan menjadi perawan tua tanpa suami tanpa keturunan tanpa penerus tahta. Sang Ratu dulunya naik tahta karena tidak ada lagi yang akan meneruskan tahta ayahnya, Maharaja Wijayawarman namanya menurut sebuah ranji silsilah kerajaan. Wijayawarman adalah mantu dari Maharaja Ananggawarman Mauli Warmadewa yang juga merupakan keponakan dari sang Maharaja.
Sang Ratu yang bergelar Bundo Kanduang itu hampir saja tidak menikah seumur hidupnya. Sudah banyak yang meminangnya tapi Sang Raja Perempuan itu selalu menolaknya, tak ada yang berkenan di hatinya. Hatinya gundah gulana, alias galau kata "kids jaman now". Apa sebenarnya yang terjadi pada sang ratu? Tidak ada yang tahu. Dia perempuan tapi keberaniannya melebihi laki-laki. Kata orang, dia agak maskulin, kurang feminim, tidak sefeminim para tuan putri di keraton seberang.
Ternyata ada seorang pria kesatria di istananya, yang membuat sang ratu selalu menolak pinangan dari para pangeran di Suwarnadwipa bahkan Jawadwipan. Tapi sayang pria tampan tersebut sudah ada yang punya, dan yang memilikinya kasta rendah pula. Si Pria itu pun berkasta rendah pula. Apa kata dunia bila sang ratu menyatakan cinta pada pria tsb. Pasti Pagaruyung gempar, Malayapura bakal heboh.
Tapi siapa yang bisa membendung perasaan yang berkecamuk di hati. "Kelapa Gading" itu tetap harus dipanjat oleh Bujang Salamat Panjang Gombak. Mau tak mau ia harus mematuhi titah tuannya meskipun tuannya itu perempuan. Kambang Bendahari pun hanya bisa menggigit jarinya ketika ia menyaksikan kekasihnya "memanjat kelapa gading". Ia harus menerima takdir. Istana pun tak perlu berhura-hura dalam pesta perkawinan tuan putri. Rakyat tahunya hanya bahwa sang ratu sedang mengandung cita kerajaan, terlepas dari siapapun ayahnya. Bukankah di Minangkabau juga tak begitu penting keberadaan seorang ayah.

bersambung..............

silahkan tonton serial lengkap dramanya di youtubehttps://www.youtube.com/watch?v=sE9vylCzuqU

Tautan Luar:
1. https://histori.id/hikayat-cindua-mato/
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Kaba_Cindua_Mato

No comments:

Post a Comment