Iklan Adsense

Thursday, February 29, 2024

Negeri Pagar Dewa (Kesultanan Indrapura - Bab 3 dan Bab 4)

 

Negeri Pagar Dewa

1.  Tanah Dayo

Indrapura adalah negeri Tua, sebelumnya konon bernama  Tanah Dayo, Ujung Tanah, atau  Dayo Ujung Tanah. Penduduknya, sebagian besar menurun dari tanah darat menuju pantai barat pesisir. Khususnya mereka datang dari Kubung Tiga Belas, Alam Surambi Sungai Pagu, dan Sangir yang dahulunya disebut sebagai Tanah Sangiang.

Yang datang dari Tanah Sangiang ini juga termasuk dari Melayu Tepi Air, yakni dari sehiliran Batang Hari, Jambi. Tetapi juga ada yang dari kepulauan lain seperti dari Jawa, dan Sulawesi serta dari pulau-pulau sekitarnya. Pada zamannya semua pendatang ini disebut saja sebagai orang laut. Tetapi sekarang keturunan mereka telah menyatu ke dalam struktur masyarakat adat, khususnya sebagai masyarakat tradisi di Indrapura.

Pada masa pemerintahan Daulat Yang Dipertuan Berdarah Putih, kerajaan ini merupakan Ujung Tanah dan Urek Tunggang yang menghunjam dalam, dari Wilayah Alam Minangkabau yang berpusat di Koto Ranah, yakni negeri yang bernama Minangkabau itu sendiri di dekat Sungayang Kabupaten Tanah Datar, yang kemudian diteruskan oleh kerajaan nagari Pagaruyung.

Raja Indrapura diberikan hak-hak otonomi istimewa untuk  memerintah sekalian Pesisir Barat MinangkabauKerajaan Indrapura, sekalipun merupakan wilayah bagian tetapi mempunyai kedaulatan sendiri secara penuh untuk urusan keluar dan kedalam.

Indrapura bahkan sempat menyatukan kawasannya sepanjang pesisir barat Sumatera dari  Sikilang Air Bangis sampai ke Selebar, Sungai Urai, Ketaun. Dan ke arah timur, sampai ke Durian Ditakuk Rajo.

Kemudian  menyatukan dalam persatuan negeri-negeri pelabuhan di sepanjang pantai pesisir barat seperti Natal, Barus, Air BangisTiku,  Pariaman, Koto TangahPauh, Padang, dan Bungus Teluk Kabung yang termasuk Nagari Nan Duo Puluah di selatan Padang. Di pesisir selatan dibentuk konfederasi Bandar Sepuluh, (dari Batang Kapas sampai Air Haji).

Sementara itu konfederasi Koto Sebelas yang berpusat di Tarusan,  Bayang Nan Tujuh, yang berpusat di Koto Berapak tempat kedudukan Pamuncak Alam Pucuak Bulek Urek Tunggang Bayang Nan Tujuah dan Koto Nan Salapan, yang berpusat di kampung Dalam Pulut-Pulut sebagai tempat kedudukan Raja, sementara Salido yang dipimpin Ampanglimo Sinaro sekaligus sebagai Raja Salido.

Ketiga negeri ini, Tarusan, Bayang dan Salido, ditempatkan sebagai negeri-negeri “kedudukan raja”  yang berdiri sendiri, disebut juga sebagai “Nagari Nan Tigo Kadudukan Rajo”[38]   

2.   Teluk Air Pura

Negeri Teluk Air Pura tercatat sudah ada sejak abad ke IX, karena diingatkan oleh suatu peristiwa besar dengan datangnya satu rombongan perahu-perahu besar bermuatan manusia laki-laki dan perempuan, cukup dengan segala perlengkapan  senjatanya, seakan-akan mau menyerang negeri Air Pura.[39]

Negeri Air Pura pada zamannya, terdiri dari 3 buah kampung yang bernama Kampung Muar Campa [40] Kampung Air Pudingdan Kampung Teluk Air Pura. Ketiga kampung tersebut terletak di sekitar Muara Sungai Bantaian, yakni di  “pertemuan dua muara” yang sekarang disebut Muara Gedang Indrapura.

Tetapi ternyata kedatangan rombongan besar tersebut bukan untuk berperang, seperti kecurigaan penduduk waktu itu. Sehingga kedatangan mereka justru disambut baik. Pimpinan rombongan mereka menyatakan bahwa mereka datang dari negeri besar dan jauh dari sini, ditolak oleh angin turutan.

Karena hubungan baik dan saling punya pengertian, akhirnya rombongan tersebut hidup berdampingan secara damai, bahkan lama kelamaan mereka lebur dengan  penduduk di sana dalam berusaha mencari kahidupan yang  sejahtera.

Akhirnya pimpinan rombongan yang datang tersebut, justru dirajakan oleh penduduk di sana, yang semakin bertambah ramai dengan pendatang-pendatang baru dari sebelah daratan, maupun  pelayar-pelayar yang datang dari laut. Berdirilah sebuah kerajaan negeri yang bernama Kerajaan Air Pura.

  

3.  Ranah Indrapura

Dewang Ramowano (Cindua Mato) kawin dengan Puti Indopuro, beranak Sangiang Rani Indopuro, menjadi rajo di Ranah Indopuro atau Lubuk Gadang Sangir sekarang. Ranah Indopuro terletak di kaki gunung Indopuro.

IV

Asal Usul

Berdirinya Sultan-Sultan

1.   Sultan Taj’ul Alamsyah

Di dalam Ranji Silsilah Keturunan Raja-Raja Kerajaan Kesultanan Indrapura, diterangkan bahwa :

Bismillahirrahmanirrahim

Ketentuan  asal usul usali berdirinya Sultan-Sultan dalam kerajaan Indopuro Khalifatullah di ateh bumi Nabi Adam As. Khalifatullah Nabih As. nan mulo-mulo mambuek pelang disusun di ateh bukit Thursina dan nan mulo-mulo manjadi urang palayaran yaitu : Sulthan Iskandar Dzulkarnain Daulatullah Fil Alam Nusyirwan Adil, Rajo Masyrik dan Maghrib.Sultan Maharajo Alif kerajaan di benua Ruhum dan Sultan Sri Maharajo Depang kerajaan di Tibet benua Cina

Sultan Sri Maharajo Dirajo kerajaan di Pulau Linggapuri di lereng Gunung Merapi, Lagundi Nan Baselo, Sawah Satampang Banieh, Pariangan Padang Panjang.

Khalifatul Alam Sultan Muhammadsyah kerajaan di Indopuro, syahdan Sultan, Rajo yang berdiri dengan sendirinyo, rajo nan tidak dapek dikilek, tidak dapek dikiek, tidak dapek disilek, tidak dapek dibuek mempunyai ahli waris turun temurun. [41]

Pada bagian lain  diterangkan bahwa pada masa periode Pariangan Padang Panjang, yakni sebelum jurai menjadi Luhak dan belum bernama Luhak Nan Tigo dan belum terbentuknya dua kelarasan Koto Piliang dan Bodi Caniago, maka yang berkuasa pada masa itu disebut:

Daulat Mahkota Sulthan Sri Maharajo Dirajo, yang berpusat di Lagundi Nan Baselo, di Puncak Gunung Merapi. Disitulah berdirinya Kerajaan Sulthan Tajul Alamsyah, yakni sebelum adanya Pagaruyung, dan alam ini belum bernama Minangkabau. [42]

Yang Ulia Daulat Sulthan Sri Maharajo Dirajo berlayar mengarungi lautan dari teluk Air Dayo Puro dengan rakit sampai ke bukit Seguntang-guntang dan sampai ke Temasik, mendirikan Singapura. Disebutkan bahwa beliau juga membuat negeri Johor, Malaka, Patani, dan lain-lain.

Dan beliau inilah yang menurunkan kerajaan Sulthan Negeri Sembilan, dan disini pulalah pangkalnya, asal muasal hubungan keluarga Minangkabau kemudiannya dan Kerajaan Indrapura, dengan kerajaan Negeri Sembilan, Malaya (Malaysia sekarang).[43]

Sebagai sebuah kerajaan yang raja-raja serta penduduknya telah memeluk agama Islam, dan merupakan sebuah kerajaan kesultanan terbesar yang menguasai seluruh wilayah Sumatera dan beberapa kepulauan  sekitarnya di Nusantara ini.

Kerajaan Sulthan Taj’ul Alamsyah dibagi atas Delapan Wilayah Pertahanan yang masing-masingnya memiliki otonomi sendiri dan menurunkan Sulthan-Sulthan yang berkuasa di masing-masing wilayahnya sampai ke rantaunya.[44]

 Kemudian pada zaman berikutnya terjadi beberapa kali perpindahan kedudukan raja-raja yang berkuasa sampai kepada zaman kerajaan yang berpusat di Pagaruyung,[45]. Demikian pula kemudian terjadi pergeseran nilai-nilai keagamaan, dari agama Hindu,  Budha menjadi Islam di kalangan keluarga istana Adityawarman sendiri, yang berlanjut kepada penyesuaian sistem pemerintahan Islam secara bertahap. Tatanan tersebut juga diselaraskan dengan struktur kekuasaan terpusat Raja Tiga Selo di Pagaruyung yang wilayahnya disebut Ranah Tigo Balai.

Bahkan didirikan pula kerajaan-kerajaan batang rantau yang baru, terutama masih pada zaman Datuk Ketumangguangan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang sehingga jumlahnya menjadi sepuluh sampai dua belas kerajaan, yakni semacam provinsi-provinsi.

Banyak tambo tambo Minangkabau mencatat keberadaan wilayah pertahanan ini termasuk juga dalam Ranji Silsilah Keturunan Keluarga Kerajaan Kesultanan Indrapura.

2.  Sultan Nan Salapan

Ranji Tinggi Salasilah Keturunan Raja-Raja Kesultanan  Indrapura, mencatat :

1. Sultan berpangkat Rahim, kerajaan di Aceh melimpah ke Malaka, Tapak Tuan jajahannya.

2.Sultan Indar  Rahim, kerajaan di Palembang melimpah ke Musi, Rejang Empat Betulai  jajahannya

3. Sultan Kalabansyah, (di Muara Kalaban) kerajaan di Indragiri  melimpah lalu ke Asahan jajahannya.

4. Sultan Sri Baginda Tuan, kerajaan di Jambi lalu ke Pucuk Jambi Sembilan lurah jajahannya.

5. Sultan Bergombak Putih Berjanggut Merah di Sungai Pagu melimpah lalu ke Solok Salayo

6. Sultan Bagindo Maharajo Dewa, kerajaan di Parit Batu melimpah lalu ke negeri Pasaman, Kinali jajahannya.

7. Sultan Muhyiddinsyah Daulat Jamalul Alam Sultan Sri Maharajo Dirajo Muhammadsyah kerajaan di Indrapura, abad ke IX.

8. Sultan Mahyuddinsyah, kerajaan di Pulau Bintan, Gunung Serang jajahannya sampai ke Betawi.

Kedelapan kesultanan dengan nama Sultan yang dirahasiakan kecuali pangkat martabatnya tersebut di atas dalam tambo Minangkabau dikenal sebagai Sultan Nan Salapan. Yang berkuasa memegang wilayah  penyebaran agama Islam di Nusantara ini. Kemudian karena runtuhnya kekuasaan daulah-daulah Islam, terjadi pula pergeseran sistem pemerintahan. [46]

Raja raja yang telah memeluk agama Islam di Pagaruyung, terutama di zaman anak cucu Yang Dipertuan Daulat Tuanku Maharaja Sakti, yakni Raja Nan Sati  kembali memperbahuri dan mengukuhkan  Sultan Nan Salapan tersebut untuk menjadi raja di rantau-rantau yang baru ditata kembali, dalam upaya membangkitkan kejayaan Pulau Emas Suwarnabhumi kembali dengan beberapa perubahan, perkembangan dan turunannya. Tambo Minangkabau, yang disalin secara turun temurun juga mencatat Sultan Nan Salapan ini dalam berbagai variasinya, sampai kepada zaman Raja Nan Sati anak Dang Tuanku, cucuran keturunan dari Daulat Tuanku Maharaja Sakti yang terdahulu, antara lain disebutkan sebagai berikut :

 Nama-nama Raja yang berasal dari Keturunan Raja Pagaruyung[47]:

 

Bab sultan negeri Aceh yang bernama Sultan Marah Pakih Rahim anak cucu yang dipertuan di negeri Pagaruyung jua adanya. Inilah mula-mula jadi raja di negeri Aceh melompat ke Patapahan Batu lalu ke Meulaboh.

 

Bab sultan negeri Bintan yang bernama Sultan Muhyibat anak yang dipertuan di Pagaruyung jua adanya. Inilah mula-mula jadi raja di negeri Bintan melompat ke Betawi, lalu ke Jawa adanya.

 

Bab sultan negeri Jambi yang bernama Sultan Baginda Tuan anak yang dipertuan di negeri Pagaruyung jua adanya. Inilah mula-mula jadi raja di negeri Jambi melimpah ke Batang Hari lalu ke Riau adanya.

Bab sultan di negeri Palembang yang bernama Sultan Adah Rahim anak cucu yang dipertuan di negeri Pagaruyung jua adanya. Inilah mula-mula jadi raja di negeri Palembang melimpah ke Musi lalu ke Bugis.

Bab Sultan di negeri Pariaman yang bernama Sultan Maharaja Dewa anak cucu yang dipertuan di negeri Pagaruyung jua adanya. Inilah mula-mula jadi raja di negeri Pariaman melimpah ke Tiku, dan ke Natar dan ke Ulakan adanya.

Bab Sultan di negeri Indrapura yang bernama Sultan Muhammadsyah anak cucu yang dipertuan di negeri Pagaruyung jua adanya. Inilah mula-mula jadi raja di negeri Indrapura melimpah ke negerii Muko-muko adanya.

Bab Sultan di negeri Indragiri bernama Sultan Sri Qadi anak cucu yang dipertuan di negeri Pagaruyung jua adanya. Inilah yang mula-mula jadi raja di negeri Indra Giri melimpah ke Kuantan lalu ke Pangkalan Jambu adanya.

Bab Sultan di negeri Sungai Pagu yang bernama Baginda Sultan Besar Bergombak Putih , Berjanggut Merah, anak yang dipertuan di negeri Pagaruyung jua adanya. Inilah mula-mula jadi raja di negeri Sungai Pagu melimpah ke Bandar Nan Sepuluh adanya..

3. Sultan Muhammadsyah Indrapura

Khalifatul Alam Sulthan Muhyiddinsyah Daulat Jamalul Alam Sulthan Sri Maharajo Dirajo Muhammadsyah  Kerajaan di Indrapura, Abad Ke IX. Syahdan Sulthan, Rajo Nan Berdiri dengan Sendirinyo, mempunyai Ahli Waris Turun Temurun. Menurut catatan sejarah Indrapura, Raja inilah yang naik ke pinggang gunung Marapi, mendirikan kerajaan Islam di Pariangan Padang Panjang.

Karena ia berasal dari teluk Air Dayo Puro, Indrapura, maka wilayah Indrapura tetap menjadi wilayah otonomi sebagai negeri tempatr kedudukan Khalifatul Alam Sulthan Muhammadsyah secara turun temurun, zaman-berganti zaman. Yang memegang Indrapura tetap anak cucu dalam pengertian yang berhak menyandang “kekhalifahan”  Sulthan Muhammadsyah.

Walaupun pusat Minangkabau telah beralih ke Pagaruyung, tetapi karena pendirinya juga termasuk keturunan Sultan Muhammadsyah yang pertama, dengan sendirinya istilah : “anak cucu yang Dipertuan di negeri Pagaruyung jua adanya“, adalah merupakan kelaziman pada zamannya dalam mengangkat raja-raja di rantau dan raja-raja di tepi laut.

Bahwa kedudukan anak cucu Sulthan Muhammadsyah sebagai Khalifah, tidak saja diakui di Minangkabau Pagaruyung, tetapi juga sampai ke Siak dan Johor. Ketika terjadi perselisihan dan peperangan antara orang Riau dan Siak, serta berbagai keributan di negeri Kampar, maka Sulthan Muhammadsyah yang turun ke daerah tersebut untuk mendamaikannya. Peristiwa ini dicatat oleh Almarhaum Raja Ali Al-Haji Riau[48] dalam bukunya  sebagai berikut :

“Pada Hijrah Sunnah 1138, masa itulah turun Sulthan Khalifah Allah Muhammad Shah ka negeri Kampar, lalu menyuroh sumpah setia antara Raja Pagar Ruyong dengan Raja Johor, dan anak Minangkabau yang di pesisir laut. Adapun bunyi setianya itu : “Barang siapa anak Minangkabau yang di dalam pertawanan Raja Johor hendaklah mengikut perentahan Johor, barang siapa tiada mengikut dimakan sumpah Besi Kawi : tiada selamat sampai anak chuchu, dan tiap-tiap satu pekerjaan yang dichita-nya dikutoki Allah Ta’ala”. Demikianlah sumpah setia itu. Adapun surat sumpah setia diperbuat tiga puchok : yang satu diberikan kepada baginda Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah, dan yang kedua kepada  Yang Dipertuan Muda Sultan Alaudin Ri’ayat Shah, dan yang ketiga kepada Matwa ia-itu Raja Tua Daing Menampok.”

Dari catatan ini dapat diketahui masih berkuasanya Sulthan Muhammadsyah sebagai Khalifah Allah di tahun Hijrah Sunnah 1138.

4. Sultan Firmansyah Indrapura

Sulthan Jamalul Alam Sri Sulthan Firmansyah Usli Kerajaan di  Indrapura

 

No comments:

Post a Comment