Iklan Adsense

Thursday, February 29, 2024

Iskandar Zulkarnai (Kesultanan Indrapura - Bab V)

 

Iskandar Dzulkarnain

1.     Titisan Iskandar Dzulkarnain

Pengamat teks sejarah berbahasa Melayu, Khalid Taib dalam karya disertasinya menyimpulkan bahwa penciptaan teks-teks sastra sejarah melibatkan tradisi Iskandar secara fungsional. Keterlibatan tokoh Iskandar berfungsi menyajikan kebesaran raja-raja yang ditarik dari garis keturunan. Iskandar Dzulkarkanain senantiasa diungkapkan dalam garis keturunan raja-raja Melayu.
Dalam pengantar buku Hikayat Iskandar Zulkarnain, terbitan Balai Pustaka, Siti Chamamah Soeratno mengemukakan bahwa Iskandar Dzulkarnain adalah raja besar yang melimpahkan kebesaran kepada Raja-Raja  Melayu selaku anak keturunan-nya. Iskandar Dzulkarnain menjadi raja yang diagungkan. Ia dibanggakan sebagai tokoh yang menurunkan Raja-Raja Melayu. Kebesaran kerajaannnya dijadikan teladan bagi pemerintahan kerajaan-kerajaan para raja Melayu Nusantara.
Selain sebagai tokoh penurun yang mengalirkan darah kebesaran raja, Iskandar Dzulkarnain  dipandang juga sebagai tokoh pemberi ajaran mulia bagi kehidupan manusia untuk mencapai kebahagiaan jasmani dan rohaninya, dan ajaran kepemimpinan  bagi para raja-raja,  yaitu bahwa seorang pemimpin atau raja harus selalu sadar akan fungsinya sebagai penggembala bagi rakyat yang dipimpinnya.
Keagungan Iskandar Dzulkarnain sebagai raja yang diidamkan dalam corak Islam dimanfaatkan secara intensif sejak zaman daulah daulah Islam untuk berbagai keperluan.
Ada berbagai  fungsi utama dalam pengikut sertaan unsur Iskandar Dzulkarnain, terutama ialah fungsi mengangkat nama Iskandar Dzulkarnain pada garis keturunan raja-raja Melayu di berbagai daerah di Asia Tenggara dan fungsi ajaran yang dikemukakan pada naskah yang bertalian dengan ajaran falsafah Islam, yang kemudian dihidupkan dalam tradisi kerajaan. Serta fungsi pembangkitan identitas jatidiri pembentuk corak kepribadian spesifik masyarakat  Melayu yang berwawasan  Nusantara.
Dapat dikatakan, bahwa hampir semua teks Melayu yang menyajikan sejarah asal usul raja-raja, dan kerajaan-kerajaan melibatkan ketokohan Iskandar Dzulkarnain, seperti juga diungkapkan  dalam berbagai teks Tambo Minangkabau  yang menyatakan bahwa raja Minangkabau yang pertama, diceriterakan berasal dari keturunan  Iskandar Dzulkarnain.
Khusus yang membicarakan hubungan Indonesia dengan Iskandar Dzulkarnain adalah buku Sejarah Melayu yang disusun Tun Sri Lanang di masa pemerintahan Iskandar Muda di Aceh.[49] Tun Sri Lanang adalah seorang Bendahara yang “ditawan”  Aceh dan  semasa itu pulalah ia menyusun Sejarah Melayu yang dikatakannya bersumber dari Sejarah Melayu sebelumnya yang sempat dibacanya.[50]
Ceritera-ceritera yang ditulisnya merupakan  sebuah karya sastra yang berasal dari kumpulan ceritera-ceritera  sebelumnya yang telah ada, bahkan dalam hubungannya dengan Iskandar Dzulkarnain, sudah menjadi anutan dan kepercayaan para raja-raja Melayu, baik di Melaka, atau di Sumatera seperti di Aceh, Minangkabau, Jambi dan Palembang.
Khususnya di Kerajaan Kesultanan Indrapura yang dalam riwayatnya tercatat sebagai salah satu pewaris kerajaan kerajaan  Melayu yang pernah ada pada zamannya, jauh sebelum karya Tun Sri Lanang itu ada.
Hajjah Putri Balkis Alisyahbana, yang mengaku sebagai  urang Nata dan memiliki latar belakang sebagai keturunan dari Kerajaan Indrapura dalam sebuah makalahnya yang dikemukakan pada Simposium Himpunan Melayu Seluruh Dunia, tanggal 23-27 September 1996 di Selangor,  Shah Alam,  Malaysia menjelaskan bahwa :
“Dalam naskah-naskah yang menceriterakan kisah Kerajaan Indrapura sejak abad ketiga belas, disebut bahwa Indrapura pernah merupakan sebuah kerajaan yang jaya dan makmur dan banyak berhubungan dengan saudagar-saudagar dari mancanegara, seperti Spanyol, Portugal, Inggeris, Cina dan sebagainya. Kerajaan ini membentang luas di Pantai Barat Sumatera dari Air Bangis hingga Sungai Hurai, yaitu Bengkulu. Dan kerajaan ini  bernama Kerajaan Melayu, yang dikemudian hari bergabung dengan Kerajaan Minangkabau, Pagaruyung.”
Di dalam Ranji Asli Keturunan Raja-Raja dan Sultan-Sultan Kerajaan Kesultanan Indrapura yang diwarisi oleh Sutan Boerhanoeddin Gelar Sultan Firmansyah Alamsyah,  (Transkripsi,1989) dikisahkan juga secara ringkas :
“Adopun nan bakuaso samaso itu disabut Daulat Sultan Sri Maharajo Dirajo, kerajaan di Pulau Linggapuri, kemudian banamo Pulau Emas, Pulau Perca, Lagundi Nan Baselo yaitu puncak gunung Marapi. Disitulah nan banamo Parahiangan istana Sultan, atau disabut Kerajaan Sultan Tajul Alamsyah. Pado maso itu belum banamo kerajaan Pagaruyung, dan alam ini balun banamo Minangkabau.
Yang Ulia Daulat Sultan Sri Maharajo Dirajo berlayar mengarungi lautan besar dengan sebuah rakit sampai ke Bukit Seguntang-guntang dan sampai ke sebuah pulau, yang kemudian pulau itu  beliau beri nama Singapura. Seterusnya beliau jadikan nagari Johor, Malaka dan Patani, dan lain-lain. Dan beliau inilah yang menurunkan kerajaan Sultan Nagari Sembilan. Dan disinilah pula pangkalnya hubungan keluarga Minangkabau dan Kerajaan Indropuro dengan kerajaan Nagari Sembilan, Malaya.”
Dapat diduga bahwa ada hubungan yang sama antara pendiri Singapura menurut kisah Sejarah Melayu karangan Tun Srilanang tersebut dengan nenek moyang Raja-Raja Kerajaan Kesultanan Indrapura, dan dengan Pariangan di kaki Gunung Merapi,  Minangkabau Pagaruyung. Yakni putra Sang Sapurba yang juga bernama Sang Nila Utama, disekitar awal abad ke 13 M.
Sementara itu dikisahkan pula bahwa, Sang Sapurba, putra dari Raja Suran dari Bukit Seguntang Mahameru kemudian pergi ke Minangkabau dan menikah dengan seorang putri raja di lereng Gunung Marapi setelah terlebih dahulu berhasil membunuh seekor ular naga. Dan dari pernikahan Sang Sapurba dengan putri dari Gunung Merapi Minangkabau itu, menurunkan raja-raja Minangkabau di kemudian hari.
Bagaimanakah menurut Tambo Minangkabau?
Hampir semua Tambo Minangkabau menyebut bahwa Iskandar Dzulkarnain adalah putra dari Nabi Siyst As. anak terbungsu Nabi Adam As. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa Iskandar Dzulkarnain itu sebenarnya  adalah Nabi Siyst  As. sendiri.
Riwayat Iskandar Dzulkarnain dimulai dari Iskandar Dzulkarnain yang menjadi anak bungsu Nabi Adam A.s., karena tidak memiliki pasangan di dunia, atas berkat do’a-do’a Nabi Adam A.s. yang memohonkan jodoh untuk anak bungsunya itu, dikabulkan Tuhan Rabbul Alamin.  Putra bungsu Nabi Adam A.s. tersebut lalu dinikahkan oleh malaikat Jibril A.s.  dengan seorang putri bidadari dari surga, Jati Ratna namanya, dan sejak itu pula ia diberi gelar kebesaran dengan nama Iskandar Dzulkarnain. Dengan pasangan bidadari itu Iskandar Dzulkarnain memperoleh tiga orang putra, yakni : Sultan Sri Maharaja Alif,  di benua Rum, Sultan Sri Maharaja Dipang yang pergi ke Tibet negeri Cina, dan Sultan Sri Maharaja Diraja menjadi raja di Alam Minangkabau.
Minangkabau selalu memulai dengan Sultan Sri Maharaja Diraja sebagai tokoh sentral Daulat Yang Dipertuan Pulau Perca, yang kemudian nama Pulau Perca berganti menjadi Pulau Emas, Pulau Sumatera sampai akhirnya kepada zaman Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung.
Menurunkan pula Sultan-Sultan, dan dari anak cucu mereka pula banyak raja raja yang tersebar di berbagai negeri berkuasa pada zamannya di pulau Sumatera, bahkan sampai ke Negeri Sembilan, Singapura, Johor, Serawak dan Brunei Darussalam merupakan belahan persaudaraannya.
Tambo Minangkabau mengisahkan bahwa Daulat   Sultan Sri Maharaja Diraja naik ke pinggang gunung Marapi sampai di Pariangan, kawin dengan Puti Indo Jalito (bukan Indo Jati – pen.) dan berputra seorang yang bernama Sutan Paduko Basa bergelar Datuk Ketumanggungan.
 Apabila yang dimaksud di sini adalah ayah dan ibu kandung Sutan Paduko Basa yang bergelar Datuk Ketumanggungan, maka yang menyandang gelar Daulat Sultan Sri Maharaja Diraja itu adalah Raja Natan Sangsita Sangkala, Sang Pertalo Kala  yang naik ke Pariangan, kemudian nikah dengan Puti Indo Jalito.
Di Pariangan inilah ia dinobatkan sebagai penjunjung gelar  mahkota  Daulat Sri Maharaja Diraja tersebut, akibat perkawinannya dengan Putri Indo Jalito.
Namun sebelumnya Raja Natan Sangsita Sangkala ini juga telah menikah dengan Putri Bijayo Dewi anak raja Palembang, melahirkan 4 orang putra putri, seperti telah disebutkan terdahulu.
Yakni Putri Sri Dewi yang pergi ke Cina, Putri Candra Dewi ke Madang Kamulan Majapahit, Raja Mandalika ke Tanjung Pura, dan Sang Pertalo Jama Nila Utama menjadi Raja di Temasik yang kemudian menjadi Singapura.
Berarti yang disebut sebagai Nila Utama dengan gelar Sang Sapurba menurut Sejarah Melayu, tidak lain adalah Sang Sita Sangkala menurut Tambo Rajo-Rajo Gunung Merapi di Pariangan.
Sementara itu Raja Natan ini juga telah menikah dengan Putri Betari Dewi di Natan sendiri, dan dengan Putri Reno Jani kemenakan kandung Maharaja  Tiga Laras di Melayu Kampung Dalam, Siguntur Pulau Punjung, melahirkan pula beberapa  orang putra dan putri..
Setelah beberapa lama Daulat Yang Dipertuan meninggal dunia, permaisuri beliau Puti Indo Jalito, kemudian kawin pula dengan seorang Cati Bilang Pandai yang menyandang gelar Indojati dan memperoleh beberapa orang anak. Yang tertua dari anak anak tersebut kelak kemudian diberi gelar Datuk Perpatih Nan Sabatang. Dalam sejarahnya kemudian kedua putra ini menjadi tokoh utama  pemikir dan pendiri Adat Alam Minangkabau, yang berpusat di Pagaruyung.
Banyak tambo-tambo Minangkabau mencatat kisah-kisah Sultan Iskandar Dzulkarnain ini sebagai ringkasan-ringkasan yang terpotong, sehingga urutan sejarahnya menjadi kabur. [51] Dugaan ini, karena ada pula tambo yang menuturkan melanjutkan kisahnya sampai kepada zaman Nabi Nuh A.s. yang dikenal sebagai bapak manusia yang kedua setelah Nabi Adam As. ketika kiamat Nuh terjadi di bumi ini, setelah selamat menghadapi banjir besar, Nabi Nuh A.s. berputra tiga orang yakni Ham, Zam, dan Yafist.
Kelak menurunkan bangsa-bangsa di dunia dengan watak kepribadian yang berbeda. Diantaranya ada pula yang menurunkan raja-raja  pertuanan. Masalahnya sekarang, siapakah yang menyandang gelar Mahkota Daulat Sultan Sri Maharajo Dirajo yang pertama ?
VI
Ranji Silsilah Tambo
Keturunan Raja-Raja Kerajaan Kesultanan Indrapura
1. Kepala Ranji
Kepala ranji dimulai dari nama Sulthan Jamalul Alam, Yang Dipertuan Daulat Khalifatullah, Iskandar Alam Ibnu Adam Alaihis Salam, menurunkan :
– Sulthan Maharajo Alif, Kerajaan Di Banua Ruhum,
– Sulthan Maharajo Depang, Kerajaan di Tibet Banua Cina, dan
– Sulthan Jamalul Alam Daulat Yang Dipertuan Sri Maharajo     Dirajo, Kerajaan di Pulau Linggapuri, di kaki Gunung Marapi.
Dari  Sulthan Sri Maharajo Dirajo ini, kemudian diturunkan Sultan Nan Salapan yang akan menjadi raja di  rantaunya masing-masing, sesuai dengan penyebaran wilayah yang telah disebutkan dalam Tambo Sultan Nan Salapan tersebut. Dan salah seorang putranya adalah yang diturunkan kembali ke Kerajaan Kesultanan Indrapura, yakni : Sulthan Muhyiddinsyah Daulat Jamalul Alam Sri Maharajo Dirajo Muhammadsyah Kerajaan di Indrapura.
Dengan keterangan yang terdapat dalam Ranji Silsilah Tambo Indrapura sebagai Tambo Tinggi Indrapura, maka dapat dipastikan bahwa penduduk Pariangan telah memeluk agama Islam pada abad ke IX M tersebut, walaupun belum merata. Pengaruh Hindu Budha dari keturunan Sriwijaya juga masih kuat bertahan.
2. Batang Ranji
Khalifatul Alam Sulthan Muhyiddinsyah Daulat Jamalul Alam, Sulthan Sri Maharajo Dirajo  Muhammadsyah kerajaan di Indrapura, abad ke IX syahdan Sulthan, Rajo yang berdiri dengan sendirinya. Mempunyai ahli waris turun temurun,
1.            Sulthan Jamalul Alam Daulat Sulthan Sri Maharajo Dirajo Alamsyah.
2.            Sulthan Jamalul Alam Sri Sulthan Firmansyah.
3.            Sulthan Jamalul Alam Sulthan Daulat Gegar Alamsyah.
4.            Sulthan Jamalul Alam Sulthan Usmansyah, Sulthan Muhammadsyah, Tuanku Berdarah Putih.[52]
5.            Putri Sri Hati, Tuanku Perempuan Indrapura Ratu I.
6.            Sulthan Jamalul Alam, Sulthan Firmansyah Indrapura,Tuanku Nan Hilang di Parit.
7.            Putri Lelo Amin, Raja Perempuan Indrapura Ratu II
8.            Sulthan Jamalul Alam  Sri Sulthan Muhammadsyah, Hilang mayatnya di halaman istana Indrapura.
9.            Sulthan Jamalul Alam Sulthan Maradu Alamsyah.
10.       Putri Nurbariah Tuanku Perempuan Indrapura, Ratu III
11.       Sulthan Jamalul Alam Yang Dipertuan Daulat Sulthan Firmansyah.[53]
12.       Sulthan Jamalul Alam Yang Dipertuan Daulat Sulthan Sri Gegar Alamsyah, Sulthan Muhammad.
13.       Putri Diyah Bintang Purnama, Tuanku Perempuan Indrapura (l560-l600). Ratu IV.
14.       Sulthan Zamzamsyah, Gelar  Sulthan Muhammadsyah. (1600 – 1635).
15.       Putri Bangun Ratna Cakra Alam, Raja Perempuan Indrapura, Ratu V.
16.       Sulthan Khairullahsyah Gelar Sulthan Muhammadsyah. (1635-1660).
17.       Sulthan Malafarsyah, Gelar Sultan Muhammadsyah. (l660-1687).
18.       Sulthan Syahirullahsyah Gelar Sulthan Firmansyah. (1688-1707).
19.       Putri Lenggogeni Dewi Alam Raja Perempuan  Indrapura, Ratu VI.
20.       Sulthan Zamzamsyah Gelar Sulthan Firmansyah. (1707-1737).
21.       Putri Mayang Seni, Raja Perempuan, Ratu VII.
22.   Putri Zahara Nilam Cahaya Ratu, Raja Perempuan Indrapura,     Ratu VIII.
23.       Putri Mayang Sani Raja Perempuan Indrapura, Ratu IX.
24.       Sulthan Indar Rahimsyah Gelar Sulthan Muhammadsyah, (1774-1804).
25.       Putri Sri Gading Ratu Kerajaan Indrapura, Ratu X.
26.       Sulthan Inayatsyah Gelar Sulthan Firmansyah (1804-1840). [54]
27.       Sulthan Muhammad Arifin Gelar Sulthan Muhammadsyah[55] (1840-1860).
28.       Putri Sri Hati Bintang Alam, Raja Perempuan Indrapura, Ratu XI.
29.       Putri Bangun, Raja Perempuan Indrapura, Ratu XII.
30.       Sulthan Muhammad Bakhi, Gelar Sulthan Firmansyah. (1860-1891)[56]
31.              Putri Nurmidah Gumala,  Indrapura.[57]
32. Sultan Setiawansyah, Gelar Sulthan   Muhammadsyah, Indrapura.
33.   Putri Gindan Dewi Alam,  Indrapura.[58]
       
  
3.   Ranji Keturunan dalam penyebarannya di berbagai wilayah
Beberapa raja dan sultan yang tidak tersebut dalam batang ranji seperti yang diuraikan di atas, tetapi ada hubungan saudara dan keturunan dengan raja-raja tersebut, berkuasa dan menjadi raja pula dalam nagari-nagari bagian dari wilayah kekuasaan kerajaan kesultanan Indrapura. Dan ini menjadikan keturunan raja-raja dan sultan-sultan Indrapura menyebar baik dalam wilayah kekuasaan pemerintahannya maupun di luar wilayah kerajaannnya, tergantung dari situasi dan kondisinya.
Ada yang masih dapat dicatat dalam garis keturunan sebagai penguasa atau pembesar wilayah, tetapi banyak yang telah lebur menjadi anggota masyarakat biasa. Sebagian masih dapat ditemukan pertalian hubungan keturunan dengan asal unsul nenek moyang mereka. Tetapi juga ada yang telah terputus, dan tidak diketahui lagi hubungannya. Kecuali hanya berdasarkan cerita nenek-nenek mereka terdahulu, bahwa mereka sebenarnya berasal dari keturunan keluarga kerajaan Kesultanan Indrapura di masa lalu.
Diantara keturunan-keturunan keluarga besar kerajaan Kesultanan Indrapura ini ada yang perlu mendapat perhatian untuk penelitian pelurusan jalannya sejarah. Hal ini juga disebabkan karena hubungan kekeluargaan yang terputus sejak lama sehingga antara satu keluarga dengan keluarga yang lain tidak lagi saling mengenal, sehingga apabila dipertemukan kadang-kadang malah bisa mendatangkan salah pengertian tentang keberadaan masing-masing.
Beberapa Ranji dan keterangan-keterangan asal usul keluarga di antara sesama keturunan keluarga besar kerajaan Kesultanan Indrapura, umumnya merupakan dahan dan ranting dari Batang Ranji yang terdapat dalam Ranji Induk Silsilah Raja-Raja dan Sutan-Sultan Kerajaan Kesultanan Indrapura, yang masih ada. [59]
Panjang pendeknya sebuah ranji yang bisa dicatat dalam sebuah kelompok kaum,  tergantung dari kepedulian kaum itu sendiri. Demikian pula tentang Ranji Silsilah Keturunan   Keluarga Kerajaan Kesultanan Indrapura. Bagi mereka-mereka yang merupakan keturunan keluarga besar kerajaan ini, sesuai dengan kepentingannnya tentu akan membuat ranji-ranji kaum dalam keluarga sendiri dimana nenek nenek atau kakek-kakek moyang mereka berasal dari zurriat keturunan asli Kerajaan Kesultanan Indrapura ini.
Dinilah munculnya turunan ranji-ranji yang bervariasi, menurut batang, cabang dan ranting ranji induknya, sesuai pula dengan penyebaran keturunannya sampai ke daerah-daerah lain.
Sepanjang yang dapat diketahui, ada beberapa   ranji yang ada kaitan keluarga dengan zurriat keturunan Kerajaan Kesultanan Indrapura yang ditemukan selama penelitian ini, tersebar di berbagai wilayah tepatan keluarga keturunannya yang dapat dipergunakan sebagai bukti dan informasi penunjang tentang keberadaan Kerajaan Kesultanan Indrapura di masa lalu.
Walaupun beberapa ranji atau keterangan-keterangan tersebut hanya merupakan   tulisan  biasa. Kemudian juga beberapa informasi tentang riwayat keturunan berdasarkan cerita-cerita orang tua terdahulu yang dituliskan kembali. Bukan berarti keterangan ini tidak berguna, hanya saja perlu dilakukan cros-check atas kebenarannya.
Demikianlah setiap ranji kaum keturunan Kerajaan Kesultanan Indrapura tentu merupakan cabang atau ranting dari batang induk ranji-nya. Dan keluarga tersebut bisa saja bertebaran di seluruh wilayah rantau nenek moyangnya yang mula-mula pergi ke tempat itu. Hidup dan berketurunan, baik sebagai warga biasa, atau memang sebagai raja pula di wilayah yang dikuasainya.
Menurut adat alam Minangkabau, pertalian hubungan kekerabatan ini bisa berupa belahan persaudaraan, kudung karatan saparuik, sakaum atau saniniek berdasarkan tali darah menurut garis bapak, atau menurut garis ibu, atau pertalian berdasarkan  tali sako  dan  tali pusako.
Dengan demikian kita akan dapat melihat sejauh mana tali kekerabatan seorang dengan seseorang lainnya terhadap perut inti nenek moyangnya yang tercantum dalam sebuah ranji kaum. Misalnya, khusus dalam hubungan zurriat keturunan keluarga Kerajaan Kesultanan Indrapura yang anak cucunya telah menyebar dan berketurunan pula di perantauan, dibandingkan dengan yang berada di kampungnya sendiri.
Ada yang masih bisa menjelaskan hubungan kekerabatan mereka dengan berbagai bukti, tetapi ada pula yang sudah kabur, karena mata rantai nenek moyang yang tidak diketahui lagi asal usul dan ceritanya.
Beberapa sumber keterangan yang punya kaitan erat dengan zurriat keturunan Kerajaan Kesultanan Indrapura yang  dapat dihimpun sebagai koleksi data dalam penelitian ini antara lain adalah, dari  Muko-Muko – Manjuto, Natal, Barus, Tarusan, Bayang, Padang, Pagaruyung, Pulau Punjung, Sungai Penuh, Jambi, Jakarta, dan lain-lainnya.
4. Wilayah inti
Wilayah inti kerajaan ini  yang diwasiatkan oleh Sultan Mohammad Bakhi kepada Sultan Setiawansyah Gelar Sultan Mohammadsyah sebagai raja terakhir adalah Negeri Tiga Lurah, yakni Lunang, Tapan dan Selaut, Bandar Nan Sepuluh, yakni negeri-negeri yang terletak di tepi laut waktu itu yang terdiri dari Batang Kapas Teluk Banda Tabun, Taluk Lampaso, Taratak, Suranti, Ampiang Parak, Kambang, Pa(la)ngai Bukik Randah, Sungai Tunu, Punggasan dan Air Haji. Sementara Bayang, Salido, dan Tarusan adalah negeri kedudukan Raja, yang disebut juga sebagai Negeri Nan Tigo Kadudukan.
Sekarang wilayah-wilayah negeri tersebut  merupakan rangkaian mata rantai yang tak terpisahkan satu sama lain, memanjang sepanjang pesisir pantai sejak dari Silaut di selatan sampai ke Koto Sebelas Tarusan  dan secara utuh dikenal  sebagai  Kabupaten Pesisir Selatan.
Struktur ini agaknya merupakan kebijakan terakhir dari pemerintahan Sulthan Mohammad Bakhi Gelar Sultan Firmansyah dalam upaya membentuk wilayah pertahanan nagari masing-masing  untuk mengantisipasi intervensi kompeni Belanda  di Pesisir Selatan.
Nilai-nilai kebijakan ini secara arif  masih menjadi anutan masyarakat tradisi Pesisir Selatan, dipakai dan terpakai  sepanjang adat sampai sekarang,  di nagari-nagari nan bamasiang.
VI


No comments:

Post a Comment