Iklan Adsense

Thursday, February 29, 2024

Kesultanan Indrapura (part 2)

 

1.   Jejak Sebuah Kerajaan Yang Tenggelam

Sebuah negeri yang diam namun menyimpan misteri sejarah,  yang tak terjamah sampai hari ini. Apabila kita dari Padang, lebih kurang 40 km sebelum Lunang dalam Kecamatan Pancung Soal  Pesisir Selatan, lalu berbelok ke kanan, lebih kurang 10 km ke dalamnya, disitulah letaknya sebuah negeri yang sekarang masih bernama Indrapura. Di ujungnya mengalir sebuah sungai yang pada zamannya memiliki pelabuhan samudera sendiri dengan nama Muara Sakai, bahkan konon sebelumnya dikenal sebagai negeri pelabuhan  Samuderapura.[9]
Bila kita menghiliri sungai itu dengan menumpang sebuah perahu boat, lebih kurang setengah jam kemudian kita akan sampai di muaranya yang bertemu dengan laut pantai barat Sumatera. Ada sebuah desa nelayan,  di samping kiri muara sungai ini bernama Desa Pasir Ganting. Di depan dan sebelah kanan muara kita melihat delta-delta yang diapit sungai-sungai kecil di antara sungai besar lainnya yang juga bermuara kesitu. Di ujungnya terjadi pertemuan dua muara sungai besar. Satu sungai yang mengalir dari Muara Sakai Indrapura, yang satu lagi datang dari arah negeri Air Haji dengan muara sungainya bernama Muara Bentayan.
Pertemuan dua muara ini, antara Muara Sakai dengan Muara Bentayan disebut penduduk setempat dengan nama Muara Gedang. Delta-delta yang disebut pelokan hanya merupakan hutan belantara yang tak berpenghuni, seperti pulau-pulau kosong. Itulah Indrapura dengan tanah sawah yang luas, namun penuh  rawa ketenggelaman zaman.
Berabad-abad lamanya tenggelam dalam kabut sejarah, luput dari intaian para ahli, terbenam dalam impian sang pewaris zuriat keturunan sultan-sultan dari sebuah Kerajaan Islam, tertua, setidak-tidaknya sama tuanya dengan ketuaan masuk dan berkembangnya agama Islam itu sendiri di samudera nusantara ini, yang punah di negeri sendiri. Agaknya ini perlu penelitian dan penelusuran lebih lanjut.
Belahan persaudaraan, kudung karatan, simpang balahan, cucuran zuriat keturunannya bertebaran ke  mana-mana, yang diantaranya menurunkan raja-raja Islam yang disebut Sulthan pada zamannya, dan ada pula yang menjadi pemimpin-pemimpin negeri sejak dahulu sampai sekarang, di kawasan Nusantara ini. Walaupun tidak ada lagi rentangan tali hubungan silaturrahmi antara zuriat keturunan yang satu, dengan zuriat keturunan yang lainnya, dan tidak saling mengenal, namun mereka, keturunannya hadir setiap hari sampai hari ini di berbagai lapisan masyarakat. Tak ayal lagi bila Rusli Amran[10] dalam Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang-nya,  mengatakan Indrapura Cerita Sedih.
Menurut Rusli Amran[11], Indrapura adalah daerah yang dahulunya paling besar, penting dan terkaya pula di pesisir barat  Sumatera Barat. Kita melihat mundurnya terus menerus kerajaan ini dalam segala lapangan baik mengenai daerah, ekonomi maupun pemerintahan. Disamping Belanda dan Aceh, Inggris pun mempunyai minat besar sekali terhadap daerah ini.
Walaupun dalam banyak hal, Inggris ketinggalan dibanding dengan Belanda, tetapi khusus tentang Indrapura, Inggris gigih sekali berusaha menanamkan kekuasaan mereka disana. Riwayat Indrapura adalah cerita kenangan sejarah yang diwarnai kepiluan dan kesedihan.
Pernah merupakan suatu kerajaan luas membentang ke utara sampai-sampai melewati Padang,  Pariaman,  Tiku, Air Bangis, Barus, Natal, dan Meulaboh, ke selatan hingga Sungai Hurai. Walaupun formal sebagian dari Minangkabau, yang berpusat di  Pagaruyung, tetapi praktis berdiri sendiri, merdeka, tanpa ikatan apapun. Lada, rempah-rempah, dan emas adalah hasilnya terbesar dan sumber kekayaan dan kejayaan Indrapura. Tetapi oleh lada dan emas itu pulalah, Indrapura jatuh tak sanggup berdiri lagi.
2.   Lada, dan Emas  sebagai sumber konflik
Sejarah  tidak banyak melukiskan bagaimana terjadinya Kerajaan Kesultanan Indrapura di Pesisir Barat Sumatera ini. Juga tidak diketahui proses terbentuknya. Karena, yang banyak dibicarakan adalah daerah rantau sehiliran Kuala Batang Hari , dan Lembah Kampar di Pesisir Timur Sumatera bagian tengah.
Di daerah perairan muara sungai ini terletak bandar transit lalu lintas pelayaran yang ramai dikunjungi kapal-kapal niaga asing, terutama  Cina, India, dan Arab, kemudian pelabuhan yang berada di mulut muara sungai ini tumbuh berkembang menjadi sebuah negeri bandar perdagangan  yang ramai.
Penduduk aslinya adalah orang-orang Melayu dari pedalaman Sumatera dan orang-orang kepulauan lainnya di sekitar perairan Nusantara yang datang dan menetap di tepi-tepi pantai atau pulau pulau sekitarnya. Karena tinggal di tepi air, yakni di mulut muara sungai besar, orang pedalaman Sumatera menyebut mereka sebagai orang-orang Melayu Tepi Air[12], sekedar untuk membedakannya dari penduduk pedalaman pusat Sumatera yang disebut sebagai Melayu Darat. Sementara yang berada disekitar kepulauan umumnya disebut saja sebagai Urang Lawik ( Orang Laut).
Dilihat dari Minangkabau yang berpusat di sekitar lereng Gunung Merapi, Indrapura merupakan negeri yang terletak paling selatan, di pantai pesisir barat Sumatera Barat.  Sebuah negeri yang berseberangan dengan wilayah timur Sumatera, karena terletak di sebelah baratnya. Jalur pelayaran di sebelah barat Sumatera, tidaklah seramai seperti di pantai timur, apalagi dengan adanya selat Melaka, jalur perairan yang cukup tenang bagi sebuah pelayaran. Oleh karena itu daerah disekitar pesisir timur Sumatera yang secara strategis sangat menguntungkan itu selalu menjadi inceran perebutan kekuasaan.
Negeri pelabuhan di pesisir timur Sumatera yang terbuka terhadap kebudayaan asing, tidak saja menjadi sasaran monopoli perdagangan rempah-rempah seperti lada, tetapi juga mengincar emas yang tersimpan di bumi Sumatera yang terkenal sebagai Pulau Emas.
Akibatnya, juga menjadi pusat kegiatan pertarungan politik dan kebudayaan, dimana  para pendatang saling berusaha  menanamkan pengaruhnya dikalangan penguasa-penguasa setempat,  terutama sejak abad ke 5  Masehi.
Pengaruh budaya yang kuat dari pesisir timur adalah pengaruh agama Budha – Hinayana, yang kemudian berkembang menjadi kerajaan-kerajaan Budha – Hinayana,  ditandai dengan adanya kerajaan Melayu Tua dan Sriwijaya Tua, serta adanya  bekas-bekas candi-candi Budha di Muara Takus, yang letaknya tidak jauh dari garis khatulistiwa. Pengaruh mana kemudian juga menyusup ke pedalaman pusat pulau Sumatera bagian tengah.
I-Tsing, seorang pendeta Budha dari Cina dalam perjalanannya ke India (671-685 M) telah singgah di pedalaman Sumatera. Ia mencatat tentang adanya candi Budha di Muara Takus, dan terjadinya perebutan kekuasaan atas Melayu oleh Sriwijaya.
Tidak itu saja, I-Tsing juga banyak mempelajari, mencatat dan memboyong ratusan untaian puisi dan mantra-mantra yang terjalin dalam berbagai bentuk sastra yang indah.
Namun jauh sebelum itu Indrapura juga diincar dengan mata gelap oleh pemburu-pemburu emas Nusantara  yang datang dari berbagai negeri. Orang-orang Portugis dan Spanyol menjelajahi dunia untuk mencari emas. Lalu mereka menelusuri pantai barat Sumatera mencari Pulau Emas itu disekitar Nias.
Orang-orang Portugis ini mendengar tentang cerita Ilha de Ouro (Pulau-pulau Emas) pada awal abad 16 di India,  lalu mereka berangkat menuju ke Sumatera. Peta dunia mereka pada 1520 M, yang kini masih tersimpan di Biblioteca Estense di Modena, telah memasukkan Sumatera di dalamnya.[13]
Tercatat Diogo Pacheo sebagai orang Eropa pertama yang memasuki Sumatera, dengan ekspedisi yang telah diperlengkapi untuk pencarian Ophir, negeri Emas Nabi Sulaiman a.s yang diperkirakan adalah salah satu dari gunung-gunung emas di Sumatera. Namun penduduk Sumatera tak ada yang mau mengatakan di mana emas itu terdapat. Rahasia tambang emas Sumatera tetap saja tersembunyi.
Petualangan-petualangan mencari pulau emas telah menjadi sebuah misteri tersendiri, namun perburuan itu tetap saja berlangsung.  Sampai pada abad ke 17, beberapa diantaranya tidak lagi dapat dirahasiakan.
Selanjutnya dijelaskan dalam tulisan itu tentang tulisan Garbriel Ferrand dalam karyanya L’empire Sumatranais de Crivijaya mengutarakan bahwa masa Sriwijaya, Pulau Sumatera disebut Suvarnadvipa, Suvarnabhumi dengan ibu kotanya Suvarnapura yang berarti Pulau Emas, Bumi Emas, Negeri Emas, sedang orang Tionghoa menamainya  dengan  Kincheou.[14]
Banyak penulis berkisah tentang Raja Sulaiman yang mengirimkan armada Phunisia pada tahun 945 SM ke gunung Ophir yang tetap menarik bagi petualang-petualang emas di negeri sana, seperti yang diungkapkan oleh Nia Kurnia, melalui artikel-artikel sejarah yang ditulisnya.  Begitupun  dalam bukunya Kerajaan Sriwijaya, Nia menulis bahwa dalam kitab Raja-raja I fasal 9 tercantum keterangan bahwa anak buah Hiram, raja Tirus, berlayar ke Ophir untuk mencari emas, lalu Hiram mempersembahkan 420 talenta emas kepada Nabi Sulaiman a.s. Beberapa sarjana menduga bahwa yang dimaksudkan dengan negeri Ophir itu adalah Sumatera yang memang terkenal dengan emasnya.
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya’ ayat 81, diterangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar ke tanah yang kami berkati atasnya (al-ardhi ‘l-lati baraknâ fihâ). Tidak mustahil bahwa tanah yang diberkati itu adalah satu bagian dari Nusantara ini. Kenyataannya, banyak petualang Eropa yang berdatangan mencari emas di Sumatera pada abad ke 16, dengan anggapan bahwa disanalah letak negeri Ophir-nya Nabi Sulaiman a.s.
Catatan-catatan pengembaraan Eropa, Tome Pires, Joao de Barros, Fernao Mendes Pinto serta Jan Huygen van Linschoten, selalu menceritakan kekayaan emas Sumatera.  Tidaklah heran bila kemudian Kerajaan Melayu dan Sriwijaya menjadi pembicaraan sejarah yang tak henti-hentinya,  guna mendapatkan keterangan yang pasti tentang pusat-pusat kerajaan yang sebenarnya.
Kerajaan Melayu dan Sriwijaya ini sering disebut dengan nama  pulau dimana kerajaan itu terletak. Sederetan nama-nama muncul dari catatan-catatan sejarah sebagai bukti kehadirannya  yang cukup dikenal.
Muhammad Sharfi pada tahun 1551 M bertepatan dengan 958 Hijriah, seorang ahli geografi Tunisia mencatat nama pulau Sumatera sebagai salah satu daerah Islam. Sederetan tulisan dan peta yang dibuat pengembara-pengembara Eropa sekitar abad ke 15 dan ke 16 memunculkan nama-nama yang bervariasi untuk pulau ini. Namun memberikan kesimpulan bahwa Sumatera berasal dari nama Samudera, baru digunakan sebagai nama pulau sejak tahun 1400.[15]

No comments:

Post a Comment