Saat ini di zaman now sudah mulai agak janggal atau dianggap kasar istilah yang satu ini lantaran ada kata-kata “anjing” nya. Kadang-kadang orang tua suka menyebut kata “wowouk” saja untuk hewan anjing padahal kosakata anjing sudah lama dikenal di masyarakat kita tapi entah kenapa akhir-akhir ini menjadi agak kasar atau berpantang mengucapkan kata “anjing” tersebut. Dalam bahasa Jawa, anjing disebut “asu” dan sering kata “asu” ini menjadi kosakata umpatan dan makian dalam masyarakat Jawa. Entah apa salahnya si asu atau si anjing ini, padahal ada banyak kisah dan sejarah dalam dunia peranjingan ini.
Dalam al Quran sendiri nama hewan anjing beberapa kali disebut, misalnya dalam surat al Kahfi tentang anjing piaraan para pemuda Ashabul Kahfi, dimana anjing tersebut menjaga pintu gua tempat para pemuda tertidur selama 309 tahun dan keberadaan anjing tersebut diabadikan oleh Allah dalam kitab sucinya. Begitu pula ketika al Quran menyebutkan tentang anjing yang terlatih (dalam bahasa Arab disebut Kalbun Muta’allam yang orang Minang menyebutnya Anjiang Mualim – nanti kita bahas di topik berikutnya) dimana hasil buruan anjing terlatih halal untuk dimakan. Dalam hadits Nabi, hewan anjing juga sering disebut-sebut terkait anjing yang diselamatkan oleh seorang wanita tunasusila yang akhirnya akan menyelamatkan wanita tersebut kedalam surga dan perihal najisnya air liur anjing sehingga barang-barang atau anggota badan yang terkena liur anjing harus disamak atau dibasuh tujuh kali dengan tanah.
Begitu pula dalam budaya Nusantara dan cerita rakyat terkait anjing, misalnya dalam kisah Sangkuriang dimana ayah Sangkuriang menyamar sebagai hewan anjing bernama Si Tumang atau dalam kisah legenda atau mitos nenek moyang suku Nias dan lain sebagainya. Begitu pula dalam budaya Minang, tersebut seorang tokoh leluhur bernama atau bergelar Anjing Mualim bersama tiga tokoh lainnya yang sezaman.
Dunsanak apalagi selain jenis dunsanak anjing ini?
ReplyDelete