Iklan Adsense

Tuesday, February 6, 2024

Tambo Adat Kenagarian Kapelgam

 

Adapun menurut waris yang dijawat pusaka yang ditolong dari ninik mamak yang dahulu, berangkat ninik yang bertiga dari ranah Kubung Tiga Belas atau koto nan tigo yaitu Kinari, Muaro Paneh dan Koto Anau. Ketiga ninik tersebut adalah Ninik nan Bagajabiang suku Malayu, Ninik nan Bakupiah Ameh suku Tanjuang dan Ninik nan Kiramat suku Caniago. Ketiga ninik tersebut berangkat bersama kaumnya beberapa pasang keluarga disertai dengan pangulu, orang tua dan empat orang Malin menuju lembah Bayang sekarang.
Awalnya mereka mendaki Bukit Kambut, terus menurun ke Danau Atas dan Danau Bawah, lanjut ke menapaki lereng menuju Rawang Silimau lalu mereka mendaki sebuah bukit. Dari atas bukit itu mereka memandang ke arah kanan, tampak asap orang memarun (membakar lahan perladangan), itulah lembah Koto Sebelah Tarusan sekarang. Artinya lembah Tarusan sudah dihuni orang.
Karena lembah itu sudah dihuni orang maka rombongan tersebut mengarahkan perjalanannya menuju lembah sebelah kiri, maka tibalah mereka di sebuah bukit karang yang kemudian disebut Bukit Paninjauan. Dari bukit itu tampaklah oleh mereka sebuah lembah yang datar di tepi lautan yang ditumbuhi oleh rumput dan ilalang yang sudah menguning karena musim kemarau. Bukit karang tersebut disebut pula Bukit Karang Caliak karena di bukit itu mereka melihat bayangan madi menguning.
Kemudian sampailah rombongan tersebut di Koto Ranah sekarang. Maka delapan orang pangulu bersama empat orang Malin dipimpin oleh seorang pemangku raja diminta untuk tinggal disana.
Sisa rombongan melanjutkan perjalanan menuruni perbukitan tersebut. Sampailah mereka ke Lubuk Silau. Kemudian mereka mendirikan tempat tinggal di daerah Kubang dan Lubuk Taban. Maka mulai dari sana diperintahkan oleh Ninik nan bertiga tujuh orang pangulu beserta orang tua, peti adat dan empat orang Malin untuk membentuk dusun. Maka Imam Mangkudun sebagai pemimpin malin yang berempat berkedudukan di Kubang Koto Baru.

Kemudian ninik yang bertiga kembali ke Kubung Tiga Belas. Setelah itu datang pula para pangulu andiko bersama kaumnya.

Di Pululpulut Koto Ranah ada tiga tua jorong yaitu Rajo Nan Gadang, Pamuncak Rajo dan Rajo Lelo dibantu oleh sudut nan empat yaitu rajo bandaro, rajo labiah, rajo kuaso dan bandaro sati.

Sedangkan di Bayang nan tujuh koto ada tujuh pangulu pertama. Pangulu yang bermukim di Kapencong (kemudian bernama Kapencong Lubuk Gambir) adalah Datuk Kayo dari korong Sikumbang suku Tanjuang, tinggalnya di tepian Batang Bayang Sani, sedangkan korong Guci tinggal di Belukar Koto Tuo di tepian Batang Bayang di kaki Bukit Nibung dekat sebuah lubuk yang tanahnya bergetah seperti gambir.

Setelah itu barulah datang rombongan Pangulu nan dua belas bersama kaumnya masing-masing. Mereka yang turun ke Kapencong Lubuak Gambir adalah kaum Rajo Bandaro suku Jambak ke Lubuk Gambir, kaum Rajo Intan suku Tanjuang, kaum Rajo Alam suku Caniago ke Lubuk Gambir dan kaum Rajo Mole suku Malayu ke Kapencong. Mereka semua berasal dari Muaro Paneh.

Sesudah itu datang pula rombongan pangulu andiko ke Kapencong Lubuk Gambir yaitu kaum Tandilangik korong Guci suku Tanjuang, kaum Rajo Intan korong Koto suku Tanjuang, kaum Marajo Indo suku Tanjuang, kaum Datuk Kayo korong Sikumbang, kaum Sari Mole korong Bendang, kaum Datuk Basa suku Malayu, kaum Bandaro Itam korong Panai, kaum Bandaro Sati suku Caniago dan kaum Panduko Bandaro suku Jambak.

Maka menjadi ramailah koto Kapencong Lubuk Gambir. Daerah antara dua sungai sudah ramai dihuni oleh rombongan penghijrah dari berbagai asal usul.

Sesudah itu barulah datang rombongan Pangulu Pucuk nan batigo yaitu kaum Rajo Pangulu dari Muaro Paneh (bermukim disamping korong caniago Rajo Alam). Mereka datang bersama kaum Rajo Alam suku Tanjuang dari Kinari bermukim di Kapujan dan kaum Datuk Batuah suku Caniago asal Koto Anau bermukim di Talaok.

Demikianlah hingga kemudian terbentuk susunan adat di Kenagarian Kapelgam seperti saat ini dengan banyaknya diangkat pangulu-pangulu baru dan banyak pula gelar pangulu yang dilipat (balipek).

Catatan:
Peristiwa migrasi ini diperkirakan terjadi pada pengujung abad 16, ketika Portugis sudah berhasil diusir dan dibantai di pesisir Banda Sapulua Lamo (kawasan Mandeh Sungai Nyalo sekarang). Sebelum kedatangan Portugis (Sipatokah) sudah ramai penduduk menghuni pesisir sepanjang dari Bungus Teluk Kabung hingga Salido. Setelah kedatangan Portugis negeri-negeri di pesisir ini menjadi kosong, penduduknya banyak yang mengungsi ke Darek (Kubuang XIII). Setelah pesisir aman, barulah penduduk Kubuang XIII (Guguk) kembali merintis kembali perkampungan di sepanjang Batang Tarusan (lanjutan Batang Barus) mendirikan Koto Sabaleh. Begitu pula persekutuan koto nan tigo (Kinari, Koto Anau dan Muaro Paneh) bersepakat untuk merintis pemukiman baru di lembah Bayang arah ke Salido, mendirikan Koto Limo Baleh. Sebagian mereka bermukim di Lumpo sekarang. Dari fihak Kinari ada yang bermukim di Salido dan ikut mendirikan koto Pinang (Painan sekarang) bersama penghijrah dari Sungai Pagu dan Pariaman.

Ditulis oleh:
Syafroni Malin Marajo

1 comment: